Wednesday, 6 January 2016

Melahirkan Kubu "TANDINGAN" Solusi Terbaik Menyikapi Perbedaan dan Ketidakpuasan?


Lima tahun lalu tepat saat pertama kali saya dihadapkan dengan proses demokrasi, saat dimana saya sudah mempunyai hak pilih untuk menentukan pemimpin saya, dan wakil-wakil yang menyambungkan keluhan, harapan dan impian saya tentang negeri ini di gedung DPR sana, saya sama sekali tidak peduli dengan apa yang saya lakukan, tidak peduli dengan siapa yang saya pilih, bahkan memang cenderung saya selalu GOLPUT, alias tidak menggunakan hak pilih saya, saat itu politik buat saya adalah sampah berkedok demokrasi, saya selalu berfikir politik ini cuma omong kosong, politik ini cuma kumpulan kroni-kroni mahluk yang haus akan kedudukan, gila hormat dan hingga pilkada terkahir ini saya tidak pernah peduli dengan apa yang terjadi dengan keadaan negeri ini.



Padahal kita semua tahu roda pemerintahan negeri kita dikendarai partai-partai politik, dimana semua keputusan, kebijakan pemrintah dan semua yang dicanangkannya sedikit banyaknya selalu berbumbu politik, meskipun setiap hari mereka katakan, bahkan buat kita sampe muntah kalau mereka bekerja untuk rakyat, berjuang untuk Indonesia.

Sebagai generasi muda saya mulai sadar bahwa yang saya lakukan selama ini adalah salah, harusnya saya lebih peka dengan apa yang terjadi dengan negeri saya, karena negeri saya dikendarai oleh politik senang atau tidak, setuju apa tidak saya juga harus ikut mengawal proses politik yang ada dinegeri ini, apa yang saya alami sekarang mengingatkan saya pada kutipan seorang demonstran yang sangat disegani "SOE HOK GIE", dalam kutipannya dia menyebutkan "Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah".

Dari kutipan beliau saya bisa menyimpulkan panggilan jiwalah yang membuatnya akhirnya ikut terjun keduia politik, meskipun dia sudah tau politik itu lumpur kotor tapi dia tetap terjun karena ingin membersihkan lumpur kotor tersebut, begitu juga dengan ANIES BASWEDAN, seorang akademisi yang sangat disegani dan sudah diakui oleh negara bersedia terjun ke ranah politik karena ingin membuat perubahan, dan langkah terbaik untuk melakukan perubahan itu adalah dengan terjun kedalamnya bukan hanya mengkritisi dari luar saja.

Coba kalian lihat yang terjadi dinegeri kita sekarang, itu dikarenakan mayoritas politisi yang ada sekarang bukanlah orang-orang yang punya tujuan mulia buat indonesia, melainkan tujuan segelinitr orang yang punya tujuan untuk menyejahterakan kelompoknya, setiap hari kita disuguhi oleh tingkah tidak dewasa politisi kita, setiap hari kita dipertontonkan betapa bobroknya karakter dan kepribadian politisi kita, dan secara tidak langsung sudah mendidik kita generasi muda jadi pribadi yang hedonis, tidak bersikap kesatria dan yang lebih parah memberi contoh kepada kita cara protes yang sangat buruk, contohnya dengan lahirnya kubu tandingan dari kubu yang merasa terdzolimi dan saling gugat sana sini, saling klaim yang terbaik, saling klaim yang sah, saling klaim kelompok paling benar.

Kita mulai dari kegaduhan yang terjadi di PSSI beberapa tahun lalu, dimana kala itu ketua umum PSSI Nurdin Halid tidak bersedia meninggalkan jabatannya meskipun banyak rakyat sudah tidak menginginkannya, seorang tokoh yang punya karakter, punya jiwa kenegarawanan, akan merasa malu melanjutkan kepemimpinannya dimana sudah jelas dia melakukan banyak kesalahan dan rakyat sudah tidak menginginkannya, lihat apa yang terjadi akibat keetidakbijakan pemikiran beliau kala itu, lahirlah PSSI tandingan, Liga sepakbola tandingan yang semakin menerangkan betapa negara kita lagi dalam krisis kepribadian.

Setelah konflik itu reda muncullah kembali konflik baru diinternal partai yang sudah punya nama, dan merupakan partai yang sudah lumayan lama andil dalam proses demokrasi, dan yang lebih parah partai ini mengatasnamakan agama untuk kepentingannya, konflik bermula dimana saat ketua umum Surya Dharma Ali ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka atas dugaan korupsi yang terjadi dikementrian agama, dimana ada kubu yang menginginkan Surya Dharma Ali segera melepas jabatannya karena sudah terbukti melakukan korupsi oleh KPK, namun yang bersangkutan tidak bersikap layaknya negarawan, dan tetap tidak menerima akan dimakzulkan, akibat dari sikap beliau adalah lahirlah Partai tandingan dari kubu yang berbeda, dan hingga sekarang kedua belah pihak saling gugat ke ranah hukum, inikah cara terbaik politisi kita mengikapi perbedaan?

Masih ingat dengan kubu KIH dan KMP selepas pilpres?, masih ingat betapa hebohnya kedua kubu ini, saling hujat dan saling klaim paling bener, dan puncaknya saat penayangan hasil suara, dimana kubu KMP yang didukung beberapa media menayangkan hasil pilpres yang beda dari media lainnya, tidak ada yang salah dari kedua kubu ini, semua punya tujuan yang baik, membawa indonesia ke arah yang lebih baik, tapi karena para tokoh yang ada didalamnya tidak bersikap layakanya negarawan sehingga terjadilah konflik berkepanjangan yang mlahirkan banyak kerugian, diantaranya konflik yang terjadi di DPR yang mana paling jelas kita tahu adalah Konflik ini melahirkan warisan yang sangat kontroversial, yaitu dirampasnya hak pilih rakyat indonesia dalam pemilu dan hanya diwakilkan oleh DPRD.

Konflik ini sempat dimuat dibeberapa media asing, dan juga sempat membuat media sosial khususnya twitter heboh, dimana tagar #ShameOnYouSBY bertahan jadi trending topik selama dua hari, hal itu terjadi karena sikap partai yang dibesut presiden kala itu memutuskan Walk Out saat sedang sidang paripurna yang menyebabkan suara unutk Opsi pemilihan langsung kalah, konflik tidak berakhir sampai disitu, konflik juga berlanjut disidang paripurna lainnya, saat pemilihan ketua DPR yang juga menghebohkan jagat dunia maya, rapat yang kala itu dipimpin oleh Ceu Popong malah melahirkan jargon unik yang jadi familiar dimasyarakat, jargon yang khas yang dikenal dengan "Mana Paluna Euweh".

Konflik selanjutnya adalah lahirnya Anggota DPR tandingan,, dimana DPR tandingan ini lahir karena ketidakpuasan kubu KIH dengan keputusan ketua DPR yang tidak memberikan mereka hak untuk menyampaikan opini, dan menilai semua keputusan ketua DPR hanya berdasarkan kelompoknya, apa DPR tandingan juga solusi? begini kah cara menyikapi perbedaan dinegeri kita? setiap tidak setuju lahirlah tandingan, setiap kepentingan kelompoknya tidak terpenuhi juga akan lahir tandingan? kenapa negeri saya ini mulai melupakan budaya Musyawarah Mufakat? dan yang lebih saya sayangkan kenapa tokoh-tokoh yang ada sekarang ini mendidik kami generasi muda dengan cara demikian? apa ini karakter bangsaku sesungguhnya? nah, jika saya kecewa dengan Indonesiaku yang sekarang apa saya juga harus lahirkan INDONESIA TANDINGAN?, saya fikir masih banyak cara terbaik menyikapi masalah dan perbedaan, tanpa harus lahir tandingan-tandingan lainnya.

Dari semua yang terjadi sekarang ini saya belajar bahwa kita tidak boleh terlalu lama diam membiarkan orang-orang yang tiak baik menguasai dan memimpin kita, dan kenapa orang baik justru kebanykan tidak mau terjun kedunia pilitik, sampe kapan politik ini akan didominasi kolompok hitam yang akan membuat kelompok putih ternoda dan tenggelam dengan sendirinya, ayo generasi muda jangan diam, jangan hanya memikrikan profesimu, jangan hanya menikirkan hobbymu, sekali-kali lihatlah, sekali-kali pekalah dengan apa yang terjadi dinegerimu, sudah bukan zamannya berfikiran politik itu bukan urusan kita, tapi malah sebaliknya, kita harus dampingi proses politik dinegri kita ini, seperti yang saya katakan sebelumnya, ingat negeri kita dikemudi Oleh Partai Politik
Previous Post
Next Post
Related Posts